Sebagaimana diketahui bahwa produksi minyak bumi Indonesia dari tahun ke tahun terus menurun. 10 tahun yang lalu, produksi kita sekitar 1,5 juta barrel per hari. Saat ini sekitar 1.0 juta barrel per hari (lihat chart). Padahal konsumsi diperkirakan terus meningkat dengan angka hari ini berkisar sebesar 1,1 s/d 1,2 juta barrel per hari. Sehingga Indonesia saat ini menjadi net importir minyak bumi.
Dengan melihat trend ini dan menyadari dampak yang sangat luar biasa bagi pemerintah serta bangsa Indonesia, mulailah saya tertarik untuk mendalami mengenai Enhanced Oil Recovery (EOR). Terutama setelah Kementerian ESDM mengeluarkan Permen No:1 tahun 2008 tentang pengelolaan sumur tua. Baca liputan sebelumnya. Berikut beberapa hasil temuan saya:
• Data dari Enhanced Oil Recovery Institute memperkirakan bahwa di tahun 2030, jumlah minyak yang dihasilkan melalui EOR mencapai 688 Milyard Barrel sedangkan dari New discoveries sekitar 732 milyard Barrel. Silahkan donwload presentasi
• Di seluruh dunia (Amerika serikat, Russia & Amerika selatan), Teknologi EOR khususnya ”Secondary recovery”, sudah hampir ”mewabah” sejak puluhan tahun yang lalu. Teknologinya-pun relatif sederhana yaitu “hanya” menggunakan water (air) atau disebut water flooding.
• Kurva penurunan produksi Indonesia selama 10 tahun terakhir ini, mengikuti kurva generik ”primary production curve” (lihat chart dikanan). Saat ini sudah saatnya water flooding dimulai di lapangan-lapangan minyak Indonesia.
• Satu-satunya perusahaan yang secara efektif telah menerapkan EOR di Indonesia dengan memakai metoda Steam-flooding adalah Chevron Pacific Indonesia (CPI). Perusahaan ini sejak belasan tahun yang lalu telah menerapkan EOR dan saat ini memasok sekitar 60 s/d 70% dari seluruh produksi minyak bumi Indonesia. Perusahaan kami memberikan support untuk pelaksanaan steam flooding ini diseluruh sumur-sumur milik CPI di propinsi Riau.
• Laporan LAPI ITB tahun 2003 menunjukan bahwa di Jawa Barat saja kandungan minyak bumi yang ”masih sangat mungkin” untuk diambil dengan EOR mencapai jumlah ratusan juta barel. Ini diluar Sumatera selatan, Riau, Aceh, Sumut, Jatim dll.
• Para ahli EOR di Indonesia sudah relatif sangat banyak. Bahkan salah seorang Doktor dari Tulsa University yang sudah memberikan jasa di Timur tengah mengalahkan perusahaan-perusahaan raksasa adalah orang Indonesia dengan nama Dr Asnul Bahar alumni dari Mesin ITB.
• Salah satu negara yang sangat agresif menerapkan EOR adalah Rusia. Standar peningkatan produksi dengan teknologi EOR di Russia mencapai 10 s/d 15 %. J
Mengingat ”gentingnya” pasokan minyak bumi bagi perekonomian Indonesia, maka kami memutuskan untuk memasuki bisnis ini dengan menggandeng teknologi dari Russia dan juga rekan Asnul bahar dari Amerika serikat. Dengan team ini, kami akan menawarkan ”secara gratis” ke Pertamina, perusahaan-perusahaan TAC, analisa existing field untuk peningkatan produksi minyak mereka. Mudah-mudahan upaya ini dapat meringankan beban subsidi pemerintah melalui pencegahan kemerosotan produksi minyak bumi.
Demikian informasi kami
Free Signature Generator
Rabu, 15 April 2009
Untuk tingkatkan produksi minyak bumi Indonesia - gunakan "water flooding"
Sejarah Pangkalan Brandan
Membicarakan Sumur Minyak Telaga I tidak bisa dengan Kilang Minyak Pangkalan Brandan. Keduanya saling berkaitan. Catatan sejarah perjuangan bangsa juga melekat di sini.
Kilang Pangkalan Brandan yang dikelola Unit Pengolahan (UP) I Pertamina Brandan, merupakan salah satu dari sembilan kilang minyak yang ada di Indonesia, delapan lainnya adalah, Dumai, Sungai Pakning, Musi (Sumatera), Balikpapan (Kalimantan), Cilacap, Balongan, Cepu (Jawa), dan Kasim (Papua).
Ketika dibangun N.V. Koninklijke Nederlandsche Maatschappij pada tahun 1891 dan mulai berpoduksi sejak 1 Maret 1892, kondisi Kilang minyak Pangkalan Brandan, tentu saja tidak sebesar sekarang ini. Waktu itu peralatannya masih terbilang sederhana dan kapasitas produksi juga masih kecil.
Bandingkan dengan kondisi sekarang, kilang yang berada di Kecamatan Babalan Langkat saat ini berkapasitas 5.000 barel per hari, dengan hasil produksi berupa gas elpiji sebanyak 280 ton per hari, kondensat 105 ton per hari, dan beberapa jenis gas dan minyak.
Nilai sejarah kilang ini terangkum dalam dua aspek. Aspek pertama adalah memberi andil bagi catatan sejarah perminyakan Indonesia, sebab minyak pertama yang diekspor Indonesia bersumber dari kilang ini.
Momentum itu terjadi pada 10 Desember 1957, yang sekarang diperingati sebagai hari lahir Pertamina, saat perjanjian ekspor ditandatangani oleh Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo dengan Harold Hutton yang bertindak atas nama perusahaannya Refining Associates of Canada (Refican). Nilai kontraknya US$ 30.000.
Setahun setelah penandatanganan kontrak, eskpor dilakukan menuju Jepang dengan menggunakan kapal tanki Shozui Maru. Kapal berangkat dari Pangkalan Susu, Langkat, yang merupakan pelabuhan pengekspor minyak tertua di Indonesia. Pelabuhan ini dibangun Belanda pada tahun 1898.
Bumi Hangus
Sedangkan aspek kedua adalah nilai perjuangan yang ditorehkan putra bangsa melalui kilang ini. Kisah heroiknya berkaitan dengan Agresi Militer I Belanda 21 pada Juli 1947, yakni aksi bumi hangus kilang.
Aksi bumi hangus dilaksanakan sebelum Belanda tiba di Pelabuhan Pangkalan Susu, yakni pada 13 Agustus 1947. Maksudnya, agar Belanda tidak bisa lagi menguasai kilang minyak itu seperti dulu. Selanjutnya, aksi bumi hangus kedua berlangsung menjelang Agresi Militer II Belanda pada 19 Desember 1948. Tower bekas aksi bumi hangus itu masih dapat dilihat sampai sekarang.
Nilai histrois yang terkandung dalam aksi bumi hangus ini, terus diperingati sampai sekarang. Pada 13 Agustus 2004 lalu, upacara kecil dilaksanakan di Lapangan Petrolia UP I Pertamina Brandan, yang kemudian disekaliguskan dengan dekralasi pembentukan Kabupaten Teluk Aru, sebagai pemekaran Kabupaten Langkat.
Sebenarnya Belanda yang pertama sekali mempelopori aksi bumi hangus kilang Brandan. Karena menderita kalah perang, tentara Belanda membakar habis kilang ini pada 9 Maret 1942 sebelum penyerbuan tentara Jepang ke Tanah Air. Aksi serupa juga terjadi pada kilang minyak lainnya di Indonesia.
Namun, Jepang ternyata bisa memperbaiki kilang-kilang tersebut dalam tempo singkat. Bahkan ahli-ahli teknik konstruksi perminyakan yang tergabung dalam Nampo Nen Rioso Butai, unit dalam angkatan darat Jepang, mampu memproduksi kembali minyak mentah, bahkan mendapatkan sumur-sumur produksi baru.
Catatan yang ada menunjukkan, produksi minyak bumi Indonesia tahun 1943, saat Jepang berkuasa, hampir mencapai 50 juta barel. Sedangkan produksi sebelumnya pada 1940 adalah 65 juta barel. Hasil kilang pada 1943 sebesar 28 juta barel. Sedangkan pada tahun 1940 mencapai 64 juta barel.
Kembali ke kilang Brandan, seiring dengan kekalahan Jepang, kilang juga kembali mengalami kehancuran. Puluhan pesawat pembom Mustang milik sekutu melancarkan serangan untuk melumpuhkan basis logistik dan minyak yang telah dikuasai Jepang. Kejadian itu berlangsung pada 4 Januari 1945.
Sumber : http://edyfranjaya.wordpress.com/2009/03/23/3/
Free Signature Generator