JAKARTA - Indonesia berpotensi meraih untung sekitar USD750 miliar jika pemerintah mau melakukan nasionalisasi lapangan migas domestik.
Demikian proyeksi Ketua Umum Aspermigas Effendi Sirajuddin, saat seminar bertema Migas Sebesar-Besarnya untuk Kemakmuran Rakyat, di Gedung DPD, Senayan, Jakarta, Senin (21/7/2008).
Proyeksi itu didasari langkah Venezuela saat melakukan nasionalisasi lapangan Orinoco Exxon Mobil. Produksi minyak di Lapangan Orinoco sebanyak 600ribu bph dengan cadangan 30 miliar barel. Untuk nasionalisasi ini, Exxon Mobile meminta harga USD25 miliar ke pemerintah Venezuela. �
Sementara itu, cadangan minyak Indonesia tujuh miliar barel senilai USD1000 miliar, dengan asumsi harga minyak dunia USD150 per barel. Sementara untuk biaya investasi dan produksi sebesar 20 persen per barel. Jadi keuntungan bersihnya USD800 miliar. Sementara yang dibawa asing USD350 miliar.
Sebanyak 80 persen atau sekitar 650 ribu bph produksi minyak Indonesia dikuasai oleh asing.
"Dengan merujuk angka produksi lapangan orinoco Exxon Mobil, maka untuk membayar perusahaan minyak asing yang dinasionalisasi yakni sekitar USD30 miliar hingga 50 miliar. Dari biaya itu, Indonesia masih berpotensi untung� sekitar� USD750 per barel," katanya.
Effendi menilai meski pemerintah telah beupaya, namun masih terjadi kegagalan kebijakan energi dan migas. Kegagalan ini karena impor minyak mencapai 70 persen, 80 persen produksi nasional didominasi oleh perusahaan migas dan 80 persen belanja per tahun didominasi sektor jasa dan barang asing.
"Nasionalisasi perusahaan produk asing akan mempercepat upaya swasembada pangan dan energi, lepas dari ketergantungan asing sehingga beban APBN berkurang,
economy.okezone.com
Kamis, 04 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar