Anggota Pansus Hak Angket BBM Dradjad H Wibowo menjelaskan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit kejanggalan proyek tersebut pada 2004-2005.
"Dalam audit BPK ada soal co-gen yang bisa merugikan US$ 1,4 miliar, disitu kami pertanyakan respon Chevron sebagai manajemen," ujarnya usai rapat Pansus dengan Chveron di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Kamis (11/9/2008).
Menurut Dradjad, jika Chevron terbukti merugikan negara maka minyak bagian Chevron ke depan akan dipotong senilai temuan BPK tersebut.
Chevron sendiri, Dradjad menambahkan, mengaku siap saja membayar. Namun pihaknya juga akan mengajukan masalah ini ke arbitrase internasional karena yakin pihaknya tidak bersalah.
Dirut Chevron Pacific Indonesia (CPI) Suwito Anggoro yang ditemui usai rapat yang sama menolak berkomentar.
"Saya sudah dibawah sumpah, tidak bisa bicara dengan Anda mengenai rapat tadi," tukasnya kepada para wartawan.
Seperti diketahui, Chevron menukarkan (swap) sebagian minyak yang diproduksinya di Duri dengan gas dari ConocoPhilip. Gas tersebut kemudian dipakai pembangkit sehingga menghasilkan steam (uap).
Steam inilah yang kemudian diinjeksikan ke sumur untuk membantu produksi minyak. Selain minyak, proses produksi biasanya juga mengangkat air sebagai produk ikutan. Air ini dipanaskan kembali sehingga bisa digunakan lagi untuk menggerakkan pembangkit.
Listrik yang dihasilkan pembangkit kemudian digunakan untuk keperluan di sekitar lokasi operasi. Seperti penerangan perusahaan, kantor, atau fasilitas lainnya di lokasi operasi.
Selain masalah co-gen, BPK juga mempertanyakan masalah cost recovery yang digunakan untuk pembangunan Chevron Institute. Menurut Drajad, masalah bermula karena Chevron mengembalikan biaya tersebut dalam bentuk minyak, namun pajaknya dalam bentuk rupiah. Menurut BPK harusnya pembayaran dilakukan dengan bentuk yang sama, yaitu rupiah semua. Pembayaran dengan bentuk yang berbeda bisa merugikan negara.
www.detikfinance.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar