Kamis, 18 Juni 2009

Kayu Manis untuk Pilek


Pekerjaan menumpuk, tapi sulit berkonsentrasi karena flu membuat hidung Anda meler alias terus mengeluarkan lendir? Gampang. Coba taburkan bubuk kayu manis pada roti bakar atau masukkan batang kayu manis pada teh hangat Anda.

Kayu manis adalah astringent yang membantu mengeringkan lendir berlebihan di dalam paru dan saluran hidung. Selain itu, kayu manis juga meningkatkan sirkulasi darah sehingga tangan dan kaki terasa hangat.

Baca selengkapnya disini......

You're Beautiful




My life is brilliant.
My love is pure.
I saw an angel.
Of that I'm sure.
She smiled at me on the subway.
She was with another man.
But I won't lose no sleep on that,
'Cause I've got a plan.

You're beautiful. You're beautiful.
You're beautiful, it's true.
I saw your face in a crowded place,
And I don't know what to do,
'Cause I'll never be with you.

Yeah, she caught my eye,
As we walked on by.
She could see from my face that I was,
Fucking high,(Real version)
Flying high,(clean version)
And I don't think that I'll see her again,
But we shared a moment that will last till the end.

You're beautiful. You're beautiful.
You're beautiful, it's true.
I saw your face in a crowded place,
And I don't know what to do,
'Cause I'll never be with you.
You're beautiful. You're beautiful.
You're beautiful, it's true.
There must be an angel with a smile on her face,
When she thought up that I should be with you.
But it's time to face the truth,
I will never be with you.

Baca selengkapnya disini......

Rabu, 17 Juni 2009

Potensi Gunung Lumpur Membentang di Jawa

20080830072008

Para ahli geologi menyatakan bahwa potensi gunung lumpur (mud vulcano) membentang luas di daratan Pulau Jawa, sehingga di wilayah itu rentan terjadi semburan lumpur seperti yang terjadi di Sidoarjo, Jatim.

Staf Ahli geologi BP Migas Awang Harun Satyana mengatakan, terdapat jalur rentetan gunung lumpur yang terbentang luas dari Bogor hingga Sidoarjo.

"Masyarakat mungkin tidak akan pernah lupa terhadap kejadian fenomenal semburan lumpur yang terjadi di wilayah Jawa Timur itu, bahkan setelah dua tahun, lumpur Sidoarjo terus menyembur tanpa henti," ujarnya.

Bagi ahli geologi, kata dia, kejadian tersebut merupakan salah satu contoh tidak tepatnya perlakuan manusia terhadap alam karena kurangnya pengetahuan terhadap kegeologian.

"Kejadian ini sebenarnya sangat alami, bahkan beberapa pakar telah memetakan Indonesia sebagai wilayah yang rentan terhadap gangguan alam seperti itu," urainya.

Awang menjelaskan, beberapa juta tahun lalu, tepatnya di wilayah Kubah Sangiran terjadi hal serupa. Berdasarkan penelitian, Sangiran merupakan tempat hidup manusia purba pertama di Pulau Jawa dua juta tahun lalu.

"Kubah Sangiran kemudian tererosi pada bagian puncaknya, sehingga membentuk sebuah depresi. Pada depresi itulah, tersingkap lapisan-lapisan tanah secara alamiah," ujarnya.

Bahkan, kata dia, gunung lumpur ini telah menenggelamkan sebuah kerajaan di Jawa Timur sekitar 400 tahun silam.

Sedangkan Edi Sunardi, Ketua Pengembangan Ilmu IAGI, yang juga dosen Geologi Unpad, berpendapat, secara geografis, daerah Jatim memiliki peta geologi yang spektakuler karena memiliki kandungan minyak, gas, serta gunung lumpur.

Bahkan, terdapat satu jalur dari arah Barat ke Timur sampai dengan Selat Madura yang dipenuhi dengan gunung lumpur.

Hal senada dikatakan Prof Sukendar Asikin, ahli tektonik dan geologi struktur dari Institut Teknologi Bandung (ITB), bahwa tidak menutup kemungkinan fenomena Kubah Sangiran terulang kembali di beberapa wilayah di Pulau Jawa.

Menurut dia, erupsi Kubah Sangiran terjadi akibat beratnya beban gunung api yang menjulang di wilayah itu, yang mengakibatkan keluarnya cairan dari dalam perut bumi.

"Artinya, kejadian itu bisa terulang kembali jika beban di atas permukaan tanah di beberapa wilayah di Pulau Jawa terlalu berat, misalnya oleh kepadatan kota," ujarnya.

Dia mengatakan, pesatnya pembangunan tanpa diimbagi dengan kajian geologi, berpotensi membuat kejadian seperti lumpur Sidoarjo terulang kembali.

Kekhawatiran ini, lanjutnya, memang beralasan karena saat ini terlihat pesatnya pembangunan kota, dan bahkan terjadinya eksploitasi tanah secara besar-besaran untuk menghasilkan batu bara dan timah.

Di sisi lain, kata Asikin, kesadaran akan penghijauan lingkungan semakin berkurang, akibat tidak pahamnya masyarakat mengenai musibah yang mengancam.

"Kurangnya pengetahuan pemerintah dan masyarakat mengenai geologi diduga sebagai penyebab awal terjadinya bencana. Pemerintah memberikan izin eksplorasi, dan masyarakat melaksanakannya tanpa berbekal pengetahunan geologi," ujarnya.

Namun, kata dia, hal itu mungkin tidak menjadi masalah jika setiap lapisan tanah yang mengandung kekayaan alam tidak berpotensi menimbulkan bencana.

Pada kenyataannya, kekayaan bumi itu kerap berdampingan letaknya dengan potensi bencana, seperti kejadian lumpur Sidoarjo.

"Ini memang unik, di wilayah yang termasuk jalur gunung lumpur itu ternyata terkandung minyak yang cukup besar, kondisi ini mirip dengan kejadian pengeboran minyak di wilayah Azerbaijan dan Iran," jelasnya.

Menurut dia, pengeboran minyak di wilayah itu menghasilkan sedikitnya 1,5 juta barel per hari, namun juga menyemburkan lumpur dari perut bumi mirip dengan kejadian di Sidoarjo.

Pihaknya melihat, atas beberapa peristiwa alam yang terjadi, sudah selayaknya perhitungan geologi menjadi pertimbangan sebelum melakukan eksplorasi.

"Pada dasarnya pengebor itu tidak salah, karena wilayah itu mengandung minyak. Permasalahan utamanya ialah, masih rendahnya kesadaran terhadap kelestarian lingkungan sebagai basis pembangunan," ujarnya.

Saat ini, kata dia, setelah terjadi bencana lumpur Sidoarjo, pengetahuan mengenai kegeologian menjadi penting, khususnya berkaitan dengan penemuan sedikitnya 20 cekungan baru di Indonesia.

www.republika.co.id

Baca selengkapnya disini......

Chevron Diperpanjang Jadi Pengelola Blok Langgak

PT Chevron Pacifik Indonesia (CPI) untuk sementara ditunjuk mengelola kembali blok migas Langgak. CPI mengelola kembali blok tersebut setelah pemerintah belum menetapkan operator baru.

"Agar tidak terjadi stagnasi propduksi minyak di block langgak, perusahaan kami ditunjuk kembali untuk melanjutkan pengelolaannya. Penunjukan ini sehubungan belum adanya penetapan operator baru yang akan menggantikan CPI," kata Manager Policy, Government & Public Affairs PT CPI, Djati Sussetya dalam perbincangan dengan detikFInance Selasa (15/1/2008) di Pekanbaru.

Menurut Djati, masa kelola PT Chevron di blok Langgak di wilayah Kabupaten Kampar dan Rokan Hulu akan berakhir 19 Januari 2008.

"Perpanjangan pengelolaan di blok Langgak ini atas rekomendasi BP Migas kepada Meteri ESDM. Langkah ini diambil karena belum adanya penetapan operator baru," kata Djati.

Djati menambahkan, rekomendasi perpanjangan pengelolaan blok Langgak oleh PT CPI tidak dijelaskan soal batas waktunya. Tapi paling tidak, kata Djati, bila dalam waktu dekat ini pemerintah menunjuk operator baru, maka dengan sendiri CPI siap hengkang dari ladang minyak dengan produksi 400 barel per hari itu.

"Bila sudah ditunjuk operator baru, maka PT CPI siap menyerahkan pengelolaannya. Namun demikian penyerahannya tidak serta merta hari itu juga, tentulah harus ada tenggat waktunya minimal 3 bulan sejak penunjukan. Sebab, segala sesuatunya harus diperisiapkan terlebih dahulu," terang Djati.

Hingga kini Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau bersama dengan Direktorat Jendral (Dirjen) Minyak dan Gas Bumi (Migas) belum dapat menentukan dua perusahaan daerah yang ditunjuk untuk menjadi operator pengganti pengelolaan blok Langgak. Kedua perusahaan pengganti yang diunggulkan untuk mengelola block langgak yakni PT. Riau Petrolium dan PT Sarana Pembangunan Riau (SPR).

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Riau M. Yafiz membenarkan tentang perpanjangan kontrak PT CPI dalam pengelolaan blok Langgak. Namun, pihaknya belum menerima surat resmi dari Dirjen Migas terkait perpanjangan tersebut.

"Saya sudah menerima telpon dari salah seorang direktur di Dirjen Migas tentang perpanjangan kontrak PT CPI dalam pengelolaan blok Langgak. Perpanjangan akan berakhir sampai ada operator yang ditunjuk,"

Chaidir Anwar Tanjung - detikFinance.com

Baca selengkapnya disini......

Produksi Minyak Chevron Indonesia Bertambah 1.000 Bph


Chevron Pacific Indonesia (CPI) meresmikan pertambahan produksi minyaknya sebanyak 1.000 barel per hari dari lapangan North Duri Area 12. Secara bertahap, produksi dari lapangan ini akan mencapai puncaknya sebesar 34.000 pada 2012.

Demikian disampaikan Presiden Direktur CPI Suwito Anggoro dalam peresmian produksi North Duri Area 12, Duri, Riau, Rabu (26/11/2008).

"Kami berterimakasih dengan insentif yang diberikan pemerintah, dan kami harapkan kemudahannya bisa berlanjut untuk pengembangan area lainnya," katanya.

Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro mengatakan, investasi untuk pengembangan lapangan ini mencapai US$ 450 juta. Menurutnya, investasi ini merupakan merupakan keberhasilan tersendiri apalagi di tengah krisis finansial seperti sekarang.

"Dengan investasi US$ 450 juta, dalam keadaan krisis sangat bermanfaat, dengan invest ini dan kegiatan ekonomi jadi bergerak," katanya.

North Duri Area 12 merupakan pengembangan terbaru dari bagian utara Lapangan Duri yang merupakan lapangan produksi terbesar Chevron di Indonesia. Produksi Lapangan Duri yang ditemukan pada 1941 ini sekarang sekitar 200.000 barel per hari.

Pengembangan Lapangan Duri menggunakan teknologi Enhance Oil Recovery (EOR) dengan menginjeksikan uap (steamflood) ke dalam reservoir. Injeksi uap ini terbukti bisa meningkatkan produksi hingga lebih dari tiga kali lipat.

Metode yang sama akan digunakan untuk pengembangan North Duri Area 12 yang baru saja berproduksi. Menurut Dirjen Migas Evita Legowo, injeksi uap yang akan dilakukan April 2009 bisa meningkatkan produksi dari area ini.

"Uapnya baru diinjeksikan April nanti, sehingga produksinya bisa naik bertahap dari 1.000 menjadi 2.400, lalu puncaknya 2012 jadi 34.000 barel per hari,"

Baca selengkapnya disini......

Selasa, 16 Juni 2009

Trans-Alaska Pipeline System

The Trans-Alaska Pipeline System (TAPS) is a major US oil pipeline connecting oil fields in northern Alaska to a sea port where the oil can be shipped to the Lower 48 states for refining.

Alaska_Pipeline_Map_small.png
Map of the pipeline (Larger Version)

Oil was discovered at Prudhoe Bay in 1968. A pipeline was considered the only viable system for transporting the oil to the nearest ice-free port, over 800 miles (1,280 km) away at Valdez. The oil companies with exploitation rights grouped together as the Alyeska consortium to create a company to design, build and then operate the pipeline. US President Richard Nixon signed the Trans-Alaska Pipeline Authorization Act into law on November 16, 1973, which authorized the construction of the pipeline.

The 800 mile route presented special challenges. As well as the harsh environment, the need to cross three mountain groups and many rivers and streams, the permafrost of Alaska meant that almost half of the pipeline's length had to be elevated rather than buried as normal to prevent the ground melting and shifting. There were five years of surveying and geological sampling before construction began.




The single 48 inch (1.22 m) diameter pipeline was built between March 27, 1975 and May 31, 1977 at a cost of around $8 billion. The pipe was constructed in six sections by five different contractors employing 21,000 people at the peak of work, 31 were killed in accidents during construction. There are twelve pump stations, each with four pumps. Usually only around seven stations are active at one time.

Oil began flowing on June 20, 1977. Since then over 13 billion barrels (2 billion m³) have been pumped, peaking at 2.1 million barrels (330,000 m³) per day in 1988. Around 16,000 tankers have been loaded at the Marine Terminal at Valdez. The terminal has berths for four tankers and cost almost $1.4 billion to build. The first tanker to leave the terminal was the ARCO Juneau on August 1, 1977.

The worst spill relating the pipeline was in 1989 when over 260,000 barrels (41,000 m³) were lost by the Exxon Valdez. The highest losses from the pipeline itself was in February 1979 when malicious damage led to more than 16,000 barrels (2,500 m³) leaking out at Steele Creek. From 1977-1994 there were 30 to 40 spills a year on average, the worst years in terms of number of incidents were 1991-1994 when there were 164 spills, although none were major. Since 1995 the number of spills has been sharply reduced with total losses from 1997-2000 totalling only 6.89 barrels (1 m³).

See also: Trans-Afghanistan Pipeline (TAP)


Free Signature Generator

Free Signature Generator

Baca selengkapnya disini......

Capex Pertamina Geothermal Capai US$130 Juta

PT Pertamina Geothermal Energy menyiapkan capital expenditure (capex/belanja modal) sebesar US$130 juta pada tahun ini. Dana itu akan digunakan untuk investasi.

"Kita lihat perkembangannya, kalau kegiatan meningkat maka bisa nambah lagi anggaran capex-nya," ujar Direktur Utama PGE Abadi Poernomo dalam Press Gathering Wartawan di Area Geothermal Lahendong, Sulawesi Utara, Jumat 20 Februari 2009.

Menurut dia, perseroan saat ini sedang pengembangan panas bumi di Ulu Belu,Lumut Balai serta Lahendong Unit 5 dan 6. Untuk sementara, dana yang digunakan diambil dari dana talangan induk usaha yakni PT Pertamina. "Sampai kita mendapatkan dana pinjaman baik dari dalam maupun luar negeri," kata dia.

Perseroan, ujarnya sudah menjajaki pendanaan dari World Bank yang baru tahap feasibility study dan dari Bank Pembangunan Jerman (KWF) belum ada tindak lanjut. Mereka baru datang ke tempat saya," kata dia.

Abadi menjelaskan KFW berminat menggandeng PGE dari sisi hulu hingga hilir dengan skema pendanaan yang dijajaki bisa berupa goverment to goverment maupun komersil.

Saat ini, dia mengatakan harga jual keekonomian tarif listrik panas bumi minimal US$ 7 sen per kilowatthours (kWh). "Minimal US$7 sen maksimal US$9 sen per kWh, tidak bisa kurang," tuturnya.

Baca selengkapnya disini......